Konsumenlistrik.com I Akibat pandemi PT PLN (Persero) akan mengalami kebihan pasokan atau oversupply listrik di tengah penyelesaian program 35 gigawatt (GW) yang telah disusun sejak 2015.
EVP Electricity System Planning PLN Edwin Nugraha Putra mengatakan, perseroan pada saat ini sedang menyelesaikan program 35 GW, di mana sekitar 33 GW merupakan pembangkit listrik berbasis fosil.
Baca Juga:
Penjualan Listrik Moncer, PLN Raup Laba Rp 13,17 Triliun
"Ini akan membuat kondisi PLN oversupply, karena beban sekarang ini turun sangat rendah akibat Covid-19. Perhitungan kami, beban pada 2019 di perencanaan dulu baru kembali pada tahun 2022," tutur Edwin secara virtual, Senin (15/11/2021).
"Tiga tahun ada perlambatan, tetapi infrastruktur (35 GW) sudah berdatangan sekarang. RUPTL 2015 itu menyebut beban tahun ini 361 TWh, tapi sekarang itu baru 249 TWh, jadi sepertiganya hilang beban tersebut," sambungnya.
Menurut Edwin, tantangan PLN pada saat ini yaitu menjaga pembangkit fosil dapat berkesinambungan menuju energi terbarukan atau renewable energy, dengan mengoperasikan sebagian pembangkit dari batubara dengan biomassa.
Baca Juga:
Bahlil: Regulasi Larangan Ekspor Listrik EBT Segera Disusun
"Ini bisa meningkatkan bauran energi baru terbarukan hampir mencapai 6 persen, tanpa mengeluarkan capex yang baru, hanya cukup opexnya saja," tuturnya.
Selain itu, kata Edwin, PLN juga akan mengganti PLTD dengan PLTS sebagai upaya menghemat biaya dan mencapai energi baru terbarukan 23 persen pada 2025.
"PLTD ini ada di remote area, yang dioperasikan dengan diesek seharga 30 sen. Itu memungkinkan ganti PLTS dengan baterai seharga 25 sen," ucap Edwin. (tum)